Minggu, 07 Juni 2009

My Photo's View

YES, I Love You! story 1 : Waiting Is Annoying

Takhaeshi’s diary; May, 2nd 2009, morning in my home.

Kuharap Nina mengerti maksudku tadi malam. Aku tidak bermaksud merendahkannya dengan menyentuhkan bibirku ke bibirnya. Aku hanya ingin menatap wajahnya sekali saja. Tetapi ia bersikap lain. Mukanya memerah dan berlalu meninggalkanku. Nina tidak terbiasa marah. Sifatnya yang kekanak- kanakan kadang membuatku semakin pensaran tentang dia. Nina, kumohon kau mengerti. U make my world like heaven. Your face, your face was so cute… .

Takhaeshi menuju lapangan basket. Di sana akan diadakan latihan khusus karena sebentar lagi akan diadakan pertandingan tahunan melawan empat sekolah. Takhaeshi bersiap- siap untuk pemanasan sebelum latihan.
Pukul delapan ia memacu motornya keluar dari garasi. Ia begitu bersemangat padahal latihan dimulai pukul dua belas. Saat ia keluar dari gerbang rumahnya, tiba- tiba seorang gadis muncul. Hampir saja Takhaeshi menerjang tubuh gadis itu.
“Em… Maaf Aishi- Kun.”
Takhaeshi membuka kaca helmnya. Ia terkejut karena di depannya ada Nina.
“Oh, Sakura. Ke… kenapa?”Tanyanya gugup.
“Em… aku boleh berangkat bersama denganmu. Tadi ayah terburu- buru di kantor. Jam sembilan pelajaranku dimulai. Apa boleh Aishi?”
“O… Oh,,, tentu saja. Aku akan selalu senang hati mengantarkanmu. Naiklah.”
Nina tersenyum puas. Ia mengangguk.
“Ah, kesempatan yang tak sia- sia.”gumam Takhaeshi.
“Aishi-kun, jangan terlalu kencang yah? Aku takut.”rengek Nina.
“Tenanglah Sakura. Kau tidak akan jatuh.”
Nina merapatkan tubuhnya pada Takhaeshi. Motor itu melaju dengan cepat.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx



Nina’s Diary; May, 1nd, 2009, lunch in my school.

Ouh,,, Tadi pagi Aishi-kun baik sekali. Walau aku sebenarnya agak takut menaiki sepeda motor kerennya. Ehm. Tetapi ada yang aneh dengan tatapan mata Aishi. Mengapa tatapan matanya begitu dalam kepadaku. Seakan ia ingin menyantapku dengan sekali sergapan. Aum… hahahahahahahaha………
Terlalu naïf aku ini. Ah,,, Bagaimanapun Aishi adalah temanku yang baik. Walaupun aku baru bertetangga dengannya satu tahun. Keluarganya juga sangat baik padaku. Huhuhuhuhuh… kenapa aku memikirkan Aishi?
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Takhaeshi menerima short message dari Nina.
“Ai, aku nanti bisa kan pulang bareng lagi. Ayah tidak menjemputku. Aku akan menunggumu sampai kau selesai berlatih. Nina-Chan.”
Takhaesi tersenum- senyum sendiri.
“Reply: Ok. Also can!”
“Yes!”ucap Takhaeshi spontan.
“Hei, kau baik- baik saja?”tegur Arino. Pengurus club basket.
“Oh. Aku baik- baik saja, Arin. Ada apa?”
“Ayo cepat. Latihan harus lebih serius lagi.”ucap Arino sambil tersenyum.
“Pasti!”
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Sudah pukul tiga sore. Takhaeshi masih belum menjemputku di sini. Tubuhku agak kelelahan karena ada kegiatan karya ilmiah yang menguras otakku. Tapi biar saja. Namanya juga nebeng? Hahahahahaha…..
Aku melamun. Ada yang aneh dengan Takhaeshi. Kenapa akhir- akhir ini ia selalu menatapku dengan tatapan yang berbeda dengan biasanya. Mata iblisnya yang cool itu membuat bulu kudukku merinding. Ini apa ya? Aku masih bingung.
“Nina?”seseorang memanggilku.
Aku menoleh kebelakang. Aku sedikit terkejut dengan siapa yang memanggilku tadi.
“Alan-kun.”sapaku dengan berseri- seri.
“Boleh aku duduk disampingmu?”
“Mengapa tidak. Wah… sudah lama aku tak bertemu denganmu.”
“Aku juga, Nina. Kau tambah besar ya. Sudah seperti orang dewasa? Pasti kau sudah punya pacar.”kata Alan sambil mencubit pipiku.
“Aw. Sakit A-kun. Uh, kau betul- betul menyebalkan masih seperti dulu. Um… pacar? Hahahahaha… aku sendiri tak memikirkan hal itu. Lebih baik bersenang- senang.”
“Iih. Kau tak berubah Nina. Anak kecil.”Alan menyubit pipiku lagi.
“Ah A-Kun. Sakit. Biar saja aku seperti anak kecil. Aku bahagia kok. Tenang saja.”aku tersenyum kepada Alan.
Alan secara refleks merangkulku.
“Kau ini. Masih lucu juga. Tetapi kau sudah nampak seperti gadis remaja. Hanya masih beberapa tahun lagi. Hehehehe… oh iya.”
“Apa Alan?”
“Kenapa kau masih di sini. Aku antar pulang bagaimana?”
“Oh, tidak. Terima kasih. Aishi-kun nanti menungguku. Aku sudah berjanji menantinya selesai latihan.”
“Aishi? Pacarmu? Kau bilang kau tak punya pacar?”
“Bu… bukan. Dia tetanggaku. Aku sudah terlanjur bilang akan bareng dengannya.”
“Tapi ini kan sudah sore Nina!”
“Sudah tak apa- apa. Mungkin ia masih berlatih dengan sungguh- sungguh. Pulanglah. Aku tidak apa- apa!”
“Ya sudah. Aku mau pulang. Aku minta nomor hand phonemu….yah? Kalau- kalau kamu belum pulang, kamu bisa menelefonku.”
Aku mengangguk.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
“Takhaeshi. Wah. Sepertinya ada penurunan tehnik bermainmu. Apa kau sudah lelah?”Tanya Arino dengan penuh perhatian kepadaku.
“Em tidak. Mungkin badanku agak sakit. Jadi seperti ini.”
“Ya sudah. Istirahat dan ganti baju sana”
Aku bergegas menuju ruang ganti untuk berganti pakaian. Setelah itu aku keluar. Arino sepertinya ingin mengajakku berbincang- bincang.
“Sudah selesai. Kau tampak capek sekali.”
“Ia sangat. Aku berlatih terlalu sore. Ini semua karena kamu sih.”kataku sambil duduk behadapan dengan Arino.
“Yah maaf. Kan jadi bisa berduaan?”
“Hah?”
“Hehehe… bercanda. Hm… tubuhmu kekar juga.”
“Yah, trims. Beginilah pemain basket.”
“Kenapa aku heran padamu. Belum juga kau punya seorang pacar. Mengapa semua wanita yang menyatakan cinta padamu kau tolak. Mereka kan cantik- cantik.”
“Yah. Ada orang yang kusukai.”
“Yang kau sukai? Siapa?”
“Ada pokoknya. Eh iya, ini jam berapa sih?”
“Em… jam lima lebih dua puluh menit.”
“Oh. Hah? Jam lima? Ya ampun. Maaf rin. Aku harus pergi.”aku mengambil tas dan bergegas lari menuju ke parkiran motor.
“Hei. Mau kemana?”teriak Arino.
Ketika aku sampai di parkiran motor, kulihat Nina sudah tidak ada. Ah… aku menyesal tidak bisa memboncengnya lagi. Kuambil motorku dan ku gas dengan cepat. Saat aku berada hampir di gerbang sekolah, kulihat Nina berjalan ke arah gerbang. Aku segera menghampirinya. Ia bersedekap memegangi perutnya.
“Nina… Ma.. maafkan aku ya.”
Nina menghadap ke arahku. Dia hanya tersenyum. Tetapi wajahnya tak bisa membohongiku. Ia sangat pucat bibirnya agak membiru. Matanya berkaca- kaca seperti habis menangis. Ia diam dan terus berjalan. Aku merasa sangat bersalah.
“Nina, ayo aku bonceng. Ma… maafkan aku tadi. Aku juga tak sempat membalas SMSmu.”kataku sambil kucoba menarik Nina.
Nina tetap diam.
“Nina. Aku mohon jangan marah. Tadi latihanku memang sampai agak sore.”
Nina menoleh ke arahku.
“Oh.begitu.”katanya singkat sambil menghapus air mata.
Nina terus berlari di trotoar tanpa memperdulikanku. Aku tetap membujukknya dengan membuntutinya menaiki sepeda motorku.
“Nina. Aku mohon. Rumah kita masih jauh. A… aku minta maaf.”
Nina tak menghiraukan ucapanku. Akhirnya aku turun dari motor dan mendekapnya dari belakang.
“Sakura, maafkan aku. Aku tadi… tadi memang sebenarnya sudah selesai. Aku kelewatan. Maaf.”
“Aku capek Ai.”
Aku melepaskan Nina. Tiba- tiba. Brugg…
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

bersambung. ingin tahu gimana selanjutnya? terus ikutin ajah...